Struktur Teks
“Banun”
Struktur teks Kalimat dalam teks
1.
Abstraksi
Bila ada yang bertanya, siapa
makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa
perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah
jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya
dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh
dengan kedengkian,
seseorang menambahkan
kata “kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun
Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan
rekor kekikiran Banun .
2.
Orientasi
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu
tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor
satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap
didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir
akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan
turuntemurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani,
tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak akibat bendi yang
dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya
lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan,
lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten.
Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak
menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi.
Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan
Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila
buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di
sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol
tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu
menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-Banun yang lain,
sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini. Di sepanjang usianya, Banun
Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya.
Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering
ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa
keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang,
selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari
kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa
jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah
guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah
berhenti berjatuhan.
3.
Komplikasi
“Hasil sawah yang tak
seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya
Rimah suatu ketika.
Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada
kunjung reda.
“Mak tak hanya kikir pada
orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,”
gerutu Nami, anak kedua
Banun.
“Tak usah hiraukan
gunjingan orang! Kalau benar apa yang
mereka
tuduhkan, kalian tak
bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur